Senin, 12 Oktober 2020

Semangat Menghafal Al-Qur'an Semangat Membenarkan Bacaan

Niat Menghafal Al Qur'an

Innamal a'malu bin niyat, wa innama likulli imriin maa nawaa, segala sesuatu itu bergantung dengan niat. 

Di blog pertama ini setelah sekian lama tidak menulis, perkenankan saya menceritakan sedikit pengalaman saya selama berkiprah di dunia pesantren dan mengajar al quran selama satu tahun di sebuah sekolah swasta. 

Dewasa ini orangtua gandrung dengan istilah "hafidz al qur'an" tanpa mengetahui esensi apa arti dari seorang hafidz.  Mereka menitipkan putra-putrinya ke sebuah lembaga pesantren ataupun instansi yang mengusung program hafalan al-qur'an. Dengan bangga sang ibu menitipkan anaknya pada lembaga tersebut, namun beberapa dari mereka tidak memahami esensi menghafal al qur'an tak ayal dari mereka seringkali bertanya pada pengasuh maupun pembimbingnya "sudah sampai mana anak saya hafal al qur'annya pak ustadz?". Padahal si ibu tidak tahu bahwa di lembaga tersebut sebelum memulai mengahfal al qur'an ada program dimana bacaan anak harus benar-benar lancar dan fasih. 

Penggambaran yang saya paparkan di atas hanya sedikit contoh dari pengalaman yang saya dapatkan di lapangan. Beberapa lembaga tahfidz al qur'an di Indonesia seperti Yanbua Kudus jelas memiliki kriteria khusus dan ketat dalam menyaring dan menerima calon santri yang ingin menghafal al qur'an. Namun, ada beberapa lembaga yang hanya membawa embel-embel "program tahfidz" tanpa tahu tujuan dan tanggung jawab dalam menjalankan program tahfidz yang sebenarnya begitu berat.  Alih-alih menjadi sarana dalam syiar agama Islam, justru program "tahfidz al qur'an" dijadikan barang dagangan dan bisnis belaka. 

Tujuan Menghafal Qur'an

Sebelum saya paparkan lebih jauh lagi apa yang saya rasakan dan saya temukan di lapangan, rupanya tujuan atau niat adalah sebuah hal yang krusial, dimana tujuan inilah sesuatu yang hendak kita capai. Hendaknya niat dan tujuan dalam menghafal qur'an harus diperbaharui atau diperbaiki, kebanyakan jawaban yang saya dapatkan di lapangan bahwa keinginan mereka menghafal yakni ingin menghadiahkan kedua orangtua mahkota syurga, menjadi keluarga Nabi dan rasul, bahkan ada yang menghafal agar bisa mendapatkan beasiswa Timur Tengah. Kendati demikian apapun niatnya bahwa mengkultuskan sebuah niat demi tujuan yang bukan karena Allah semata itu amat  salah, niat menghafal al qur'an harus didasari dari hati, murni karena ridha Allah SWT, ikhlas tanpa meminta apapun, karena "ngafalke qur'an kui abot, perniagaan paling besar karo gusti Allah"  menghafal qur'an itu berat karena ia merupakan perdagangan dengan Allah SWT langsung, ucap salah satu pengasuh pesantren al qur'an yang saya jumpai di Yogyakarta. 

oh ya, nanti saya lanjutkan lagi ya di bagian ke dua hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar