Jumat, 16 Oktober 2020

 

Menikmati semilir angin sore di bukit Sidapang

    Sore menjelang ashar kami sampai di bukit Sidapang sebuah dataran tinggi di kawasan perkampungan Jaha, kecamatan Anyer. Selepas menikmati ombak pantai dzuhur, sambil bersungut karena tidak mendapat pemandangan bagus akibat cahaya buruk di siang hari, kami memutuskan untuk menikmati semangkuk seblak (yg tdk akan pernah kami rasakan karena tidak jadi beli) di salah satu bukit bernama Sidapang, sebuah dataran tinggi yg menanjak , sesampai disana kami disuguhkan pemandangan menghadap ke laut dan rimbunan pepohonan dengan lengkap pemandangan jalan raya Anyer, meskipun nampak jauh namun pemandangan itu cukup eksotis dinikmati sambil Leyeh2 diatas bukit Sidapang, sebuah bukit yang dilengkapi dengan beberapa gazebo buatan dan satu satunya warung yang berdiri, si empunya warung penjaja makanan ringan, minuman tinggi aspartame sprti teh sisiri, teh juz dan makanan tinggi MSG sprti seblak dan Indomie rebus. Tidak lupa, beberapa gazebo dan hiasan spot foto ala Indonesia mewarnai bukit Sidapang, yah rajutan kayu penyangga diatas jurang lengkap dengan hiasan kupu2 atau bulatan kayu membentuk 'love' menambahkan kesan Pesona Indonesia membahana di sudut kecil bukit Sidapang, saya dan dua kawan saya hanya menertawakan geli dengan spot foto unik khas Pesona Indonesia ini.

    Tidak lama kami di Sidapang, hanya melepas penat dan mengantarkan rasa ingin tahu saya dengan wisata alam murah meriah, ya kami harus menggocek uang retribusi 10.000 untuk dua kendaraan bermotor, karena biasanya wisata alam ala seprti ini dijaga dan secara mandiri.

    Kami menuju sebuah bangku bangku dengan pagar penyangga balkon rumah, dibawahnya dataran rendah penuh rumput ilalang, sejauh mata memandang nampak luas dan garis putih memanjang dengan titik kecil diujungnya ya gaya pesisir pantai Anyer, pantai yang menjadi titik dimna yang bekerja paksa dicetuskan Deandels dari kampung, Cikoneng Anyer sampai Panarukan.

    Setelah puas menikmati pemandangan tidak lupa kami membuat watermark tanda kami sudah ke tempat ini, yaitu dengan berfoto yang dipaksa ria agar mendapat kesan ciamik dan bahagia wkwk.

    Salah satu pengunjung bersukarela memfoto kami dgn ponsel beresolusi tinggi walhasil hasilnya lumayan bagus, kami puas. Terimaksih ya sudah berkenan menjepret kami, remaja yg bukan remaja, dewasa yg tdk pantas dipanggil dewasa hehehe.

Ini hasilnya:








    

    Dirasa cukup dn puas, kami memutuskan untuk turun dan pergi mencari masjid untuk beristirahat dan shalat ashar (mskipun saat itu hanya saya yg shalat). Shalat ashar dirasa kilat hehe, dua teman saya ajakan saya untuk mengisi perut di sebuah warung Mie Ayam Bakso yang terletak disudut pasar dan masuk gang rumah warga, fantastis 26,000 bisa nambah dua kerupuk dan 2 gelas air mineral, plus 3 mangkok bakso berhasil memenuhi perut kami dan memberi energi untuk kami setelah leyeh2 di bukit Sidapang, temen saya si ilah pun menolak untuk saya bayar wkwk, memang teman teladan (meskipun jadi beban moral bagi saya, kelak jika mereka utama ke tempat saya, syaa harus tau diri, ah memang hidup ini tdk ada yg gratis wkwkk)

    Jalan jalan melepas penat dan kegabutan (bahasa modern jaman now) pun sirna, saya pun bertolak menuju kota Serang, selamat tinggal, sampai jumpa lagi Anyer dan deretan pesisir pantai lengkap dengan hotel mewah yang entah kapan bisa saya masuki satu persatu wkwk (sejauh ini sy baru masuk ke hotel mambruk dan Marbella). Kalau hanya 1 jam 24 menit jarak yg ditempuh dengan kendaraan roda dua saya masih sanggup, namun kelak jika bisa melewati sepanjang jalan menuju Anyer dengan seseorang sambil bercengkrama dan membahas deretan pabrik kawasan Industri mungkin akan jauh lebih terasa asyik, entah kapan. Semoga saja. Aamiin

Anyer, 12 Oktober 2020

 

Senin, 12 Oktober 2020

Semangat Menghafal Al-Qur'an Semangat Membenarkan Bacaan

Niat Menghafal Al Qur'an

Innamal a'malu bin niyat, wa innama likulli imriin maa nawaa, segala sesuatu itu bergantung dengan niat. 

Di blog pertama ini setelah sekian lama tidak menulis, perkenankan saya menceritakan sedikit pengalaman saya selama berkiprah di dunia pesantren dan mengajar al quran selama satu tahun di sebuah sekolah swasta. 

Dewasa ini orangtua gandrung dengan istilah "hafidz al qur'an" tanpa mengetahui esensi apa arti dari seorang hafidz.  Mereka menitipkan putra-putrinya ke sebuah lembaga pesantren ataupun instansi yang mengusung program hafalan al-qur'an. Dengan bangga sang ibu menitipkan anaknya pada lembaga tersebut, namun beberapa dari mereka tidak memahami esensi menghafal al qur'an tak ayal dari mereka seringkali bertanya pada pengasuh maupun pembimbingnya "sudah sampai mana anak saya hafal al qur'annya pak ustadz?". Padahal si ibu tidak tahu bahwa di lembaga tersebut sebelum memulai mengahfal al qur'an ada program dimana bacaan anak harus benar-benar lancar dan fasih. 

Penggambaran yang saya paparkan di atas hanya sedikit contoh dari pengalaman yang saya dapatkan di lapangan. Beberapa lembaga tahfidz al qur'an di Indonesia seperti Yanbua Kudus jelas memiliki kriteria khusus dan ketat dalam menyaring dan menerima calon santri yang ingin menghafal al qur'an. Namun, ada beberapa lembaga yang hanya membawa embel-embel "program tahfidz" tanpa tahu tujuan dan tanggung jawab dalam menjalankan program tahfidz yang sebenarnya begitu berat.  Alih-alih menjadi sarana dalam syiar agama Islam, justru program "tahfidz al qur'an" dijadikan barang dagangan dan bisnis belaka. 

Tujuan Menghafal Qur'an

Sebelum saya paparkan lebih jauh lagi apa yang saya rasakan dan saya temukan di lapangan, rupanya tujuan atau niat adalah sebuah hal yang krusial, dimana tujuan inilah sesuatu yang hendak kita capai. Hendaknya niat dan tujuan dalam menghafal qur'an harus diperbaharui atau diperbaiki, kebanyakan jawaban yang saya dapatkan di lapangan bahwa keinginan mereka menghafal yakni ingin menghadiahkan kedua orangtua mahkota syurga, menjadi keluarga Nabi dan rasul, bahkan ada yang menghafal agar bisa mendapatkan beasiswa Timur Tengah. Kendati demikian apapun niatnya bahwa mengkultuskan sebuah niat demi tujuan yang bukan karena Allah semata itu amat  salah, niat menghafal al qur'an harus didasari dari hati, murni karena ridha Allah SWT, ikhlas tanpa meminta apapun, karena "ngafalke qur'an kui abot, perniagaan paling besar karo gusti Allah"  menghafal qur'an itu berat karena ia merupakan perdagangan dengan Allah SWT langsung, ucap salah satu pengasuh pesantren al qur'an yang saya jumpai di Yogyakarta. 

oh ya, nanti saya lanjutkan lagi ya di bagian ke dua hehe